Cirebon - Kota Udang

Cirebon, Kota Udang, Kota Wali, Grage

Kota Cirebon adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Kota ini berada di pesisir utara Pulau Jawa atau yang dikenal dengan jalur pantura yang menghubungkan Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya.

Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban (carub dalam bahasa Cirebon artinya bersatu padu).

Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa diantaranya Sunda, Jawa, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab), agama, bahasa, dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan kemudian cerbon.

Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata Cirebon juga dikarenakan sejak awal mata pecaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam.

Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam bahasa Cirebon disebut (belendrang) yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-rebon (bahasa sunda : air rebon), yang kemudian menjadi Cirebon.

Cirebon, Kota Udang, Kota Wali, Grage

Etimologi.
Cirebon dikenal dengan nama Kota Udang dan Kota Wali.
Selain itu kota Cirebon disebut juga sebagai Caruban Nagari (penanda gunung Ceremai) dan Grage (Negeri Gede dalam bahasa Cirebon berarti kerajaan yang luas).

Sebagai daerah pertemuan budaya antara Suku Jawa, Suku Sunda, Bangsa Arab, Bangsa China dan para pendatang dari Eropa sejak beberapa abad silam, masyarakat Cirebon dalam berbahasa biasa menyerap kosakata bahasa-bahasa tersebut kedalam bahasa Cirebon.

Misalkan saja, kata Murad yang artinya bersusun (serapan dari bahasa Arab), kata Taocang yang berarti kucir (serapan dari bahasa Cina), serta kata Sonder yang berarti tanpa (serapan dari bahasa Eropa).

Cirebon, Kota Udang, Kota Wali, Grage

Sejarah.
Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai Laut Jawa ada sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat.

Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Pajajaran). Dan di pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang.

Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat permukiman ke tempat permukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh.

Sebagai kepala permukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon. Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi.

Pangeran inilah yang mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh. Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan bala tentara ke Cirebon Untuk menundukkan Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon terlalu kuat bagi Raja Galuh sehingga Adipati Cirebon keluar sebagai pemenang.

Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon dengan Raja bergelar Cakrabuana. Berdirinya kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.

kemudian pada tanggal 7 Januari 1681, Cirebon secara politik dan ekonomi berada dalam pengawasan pihak VOC, setelah penguasa Cirebon waktu itu menanda tangani perjanjian dengan VOC. Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 toko eceran dua perusahaan dagang.

Pada tahun 1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200000 pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 ada tiga perusahaan Batavia yang bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabang di Cirebon.

Pada tahun 1877 Cirebon sudah memiliki pabrik es. Pipa air minum yang menghubungkan sumur-sumur artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877.

Pada masa kolonial pemerintah Hindia Belanda, tahun 1906 Cirebon disahkan menjadi Gemeente Cheribon dengan luas 1100 ha dan berpenduduk 20000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Kemudian pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2450 ha dan tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kotapraja dengan luas 3300 ha, setelah ditetapkan menjadi Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3600 ha.

Cirebon, Kota Udang, Kota Wali, Grage

Pemerintahan.
Setelah berstatus Gemeente Cirebon pada tahun 1906, kota ini baru dipimpin oleh seorang Burgermeester (wali kota) pada tahun 1920 dengan wali kota pertamanya adalah J.H. Johan.

Kemudian dilanjutkan oleh R.A. Scotman pada tahun 1925. Pada tahun 1926 Gemeente Cirebon ditingkatkan statusnya oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi stadgemeente, dengan otonomi yang lebih luas untuk mengatur pengembangan kotanya.

Selanjutnya pada tahun 1928 dipilih J.M. Van Oostrom Soede sebagai wali kota berikutnya.

Pada masa pendudukan tentara Jepang ditunjuk Asikin Nataatmaja sebagai Shitjo (wali kota) yang memerintah antara tahun 1942-1943. Kemudian dilanjutkan oleh Muhiran Suria sampai tahun 1949, sebelum digantikan oleh Prinata Kusuma.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pemerintah Kota Cirebon berusaha mengubah citra Kota Cirebon yang telah terbentuk pada masa kolonial Belanda dengan simbol dan identitas kota yang baru, berbeda dari sebelumnya. di mana kota ini dikenal dengan semboyannya per aspera ad astra (dari duri onak dan lumpur menuju bintang), kemudian diganti dengan motto yang digunakan saat ini.

Pada tahun 2010 berdasarkan survei persepsi kota-kota di seluruh Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII), kota ini termasuk kota terkorup di Indonesia bersama dengan Kota Pekanbaru, hal ini dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK-Indonesia) 2010 yang merupakan pengukuran tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia, kota ini sama-sama mendapat nilai IPK sebesar 3.61, dengan rentang indeks 0 sampai 10, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih.

Total responden yang diwawancarai dalam survei yang dilakukan antara Mei dan Oktober 2010 adalah 9237 responden, yang terdiri dari para pelaku bisnis.